Ku Tak Tahu
Oleh : Menuk Supratmi
Oleh : Menuk Supratmi
Malam itu aku bersama keluarga menonton TV diruangan depan, kami tertawa bersama sambil menikmati cemilan yang sudah ada. Tiba-tiba Mas Tono yang sudah tiga hari tidak dirumah,pulang dalam keadaan muka kusam.Aku mulai bertanya dalam hati,apa yangterjadi dengan Mas Tono.Beberapa menit kemudian Mas Tono mengatakan alasan dia pulang ke rumah.Dan ternyata,Mas Tono pulang hanya untuk meminta uang dengan jumlah yang cukup banyak.Namun,waktu itu tidak mempunyai uang,sehingga ibu tidak memberinya uang.Tetapi Mas Tono terus memaksa dan marah-marah tanpa menghiraukan kami yang ada diruangan itu.Tak lama kemudian Ayah mulai angkat bicara,Ayahku berusaha untuk menjelaskan semuanya,tetapi Mas Tono tetap keras kepala.Kami hanya terdiam melihat mereka berseteru.Mas Tono yang mulai tersinggung dengan ucapan ayah, tiba-tiba bangun dari tempat duduk dan pergi meninggalakan rumah. Setelah Mas Tono pergi, suasana di rumah menjadi sunyi. Ibu tak henti-hentinya menangis, sednagkan ayahku duduk diruang tamu. Mbak Ratih mencoba untuk menenangkan Ibu sambil memijit kakinya, sedangkan aku berada di kamar menemani adikku tidur.
Pagi harinya, ketika aku ingin berangkat sekolah perasaanku gelisah, rasanya berat untuk meninggalkan rumah. Di sekolah pun aku hanya diam, diam, diam dan diam. Apa yang aku takutkanpun terjadi, saat aku sedang belajar di sekolah ayah dan ibuku bertengkar karena Mas Tono, sampai-sampai Ibu sudah berkemas-kemas ingin meninggalkan rumah, tetapi Mbak Ratih berhasil mencegah Ibu.
Ketika bel pulang Sekolah berbunyi, aku perlahan-lahan berjalan keluar dari kelas, aku melihat Mbak Ratih berdiri di depan gerbang dan akupun berlari mendekatinya.
“Lhooo… kok Mbak ada disini?” aku kan gak minta dijemput?” (tanyaku kepada mbak Ratih)
“Cepetan naik…!!!” (tidak menjawab pertanyaanku dan hanya menyuruh aku untuk naik sepeda motor)
Di jalan aku hanya diam.
“Kamu udah makan ndut…? (Tanya Mbak Ratih)
“Belum Mbak” (jawabku)
“Ya udah, ntar kita cari warung, soalnya hari ini kita tidak akan pulang…”
“Maksudnya…?” (Tanyaku)
“Ntar tak jelasin semuanya”.
“Ya udah” (jawabku)
Tak lama kemudian, saat kami sampai di Panta Keburuan, Mbak Ratih menceritakan semuanya sambil menangis. Akupun tidak bias menahan airmata, aku menangis karena bingung cobaan apa yang sedang kami hadapi. Setelah puas menangis Mbak Ratih mengajakku makan mie di warung. Selesai makan kami bingung mau pergi kemana?, kami duduk sambil menunggu sunset (matahari terbenam).
Ketika adzan maghrib, tiba-tiba ada telephone dari saudaraku. HP terus berbunyi tapi Mbak Ratih tak ingin mengangkatnya.
“Telfon dari siapa mbak…..? ko gak diangkat’’(tanyaku)
“Dari Mas Tri”
“Owww,diangkat aja mbak,low penting gimana?
“Paling juga nyuruh kita pulang Ndut…..”
“Tapi aku takut Mbak low ampe ntar ad apa-apa di rumah”
Setelah mendengar ucapanku,Mbak Ratih segera mengangkat telfonnya.Kami mendengarkan semua nasehatnya dan kami pun pulang ke rumah.
Pagi harinya, ketika aku ingin berangkat sekolah perasaanku gelisah, rasanya berat untuk meninggalkan rumah. Di sekolah pun aku hanya diam, diam, diam dan diam. Apa yang aku takutkanpun terjadi, saat aku sedang belajar di sekolah ayah dan ibuku bertengkar karena Mas Tono, sampai-sampai Ibu sudah berkemas-kemas ingin meninggalkan rumah, tetapi Mbak Ratih berhasil mencegah Ibu.
Ketika bel pulang Sekolah berbunyi, aku perlahan-lahan berjalan keluar dari kelas, aku melihat Mbak Ratih berdiri di depan gerbang dan akupun berlari mendekatinya.
“Lhooo… kok Mbak ada disini?” aku kan gak minta dijemput?” (tanyaku kepada mbak Ratih)
“Cepetan naik…!!!” (tidak menjawab pertanyaanku dan hanya menyuruh aku untuk naik sepeda motor)
Di jalan aku hanya diam.
“Kamu udah makan ndut…? (Tanya Mbak Ratih)
“Belum Mbak” (jawabku)
“Ya udah, ntar kita cari warung, soalnya hari ini kita tidak akan pulang…”
“Maksudnya…?” (Tanyaku)
“Ntar tak jelasin semuanya”.
“Ya udah” (jawabku)
Tak lama kemudian, saat kami sampai di Panta Keburuan, Mbak Ratih menceritakan semuanya sambil menangis. Akupun tidak bias menahan airmata, aku menangis karena bingung cobaan apa yang sedang kami hadapi. Setelah puas menangis Mbak Ratih mengajakku makan mie di warung. Selesai makan kami bingung mau pergi kemana?, kami duduk sambil menunggu sunset (matahari terbenam).
Ketika adzan maghrib, tiba-tiba ada telephone dari saudaraku. HP terus berbunyi tapi Mbak Ratih tak ingin mengangkatnya.
“Telfon dari siapa mbak…..? ko gak diangkat’’(tanyaku)
“Dari Mas Tri”
“Owww,diangkat aja mbak,low penting gimana?
“Paling juga nyuruh kita pulang Ndut…..”
“Tapi aku takut Mbak low ampe ntar ad apa-apa di rumah”
Setelah mendengar ucapanku,Mbak Ratih segera mengangkat telfonnya.Kami mendengarkan semua nasehatnya dan kami pun pulang ke rumah.
sekian...
0 komentar:
Posting Komentar